Rabu, 23 Maret 2011

KIAT SUKSES MEMPEROLEH KETURUNAN (ACA- Anti Cardiolipin Antibody Syndrome)

TAHUN NAGA EMAS, 25 Maret 2000 adalah tahun awal kami menempuh hidup baru. Setelah setahun berlalu dan memasuki tahun kedua, keluarga besar kami mulai bertanya tentang kapan memiliki momongan, maklum saya adalah putri pertama dan suami adalah putra kedua, kami adalah anak-anak yang pertama menikah di keluarga. Saat itu suami saya, Herlambang Dwiyantoro bertugas di Bandung dan saya bekerja di Depok, kami memutuskan menunda untuk melakukan pemeriksaan ke Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan (obgyn).

Pertengahan tahun 2003, setelah suami kembali bertugas di Jakarta, mulailah kami menemui Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan (obgyn) di salah satu klinik fertilitas sebuah rumah sakit di Jakarta, pemeriksaan demi pemeriksaan kami lalui dengan sabar dan penuh doa kepada yang Maha Kuasa agar semua proses berjalan lancar. Mulai dari pemeriksaan USG dan HSG semua pemeriksaan hasilnya normal dan dengan asumsi ini proses selanjutnya dokter menyarankan untuk melakukan inseminasi, kami memutuskan menyetujui hal ini karena keinginan yang kuat untuk segera memiliki momongan. Namun segala usaha hanya Tuhan yang menentukan, kegagalan pertama proses inseminasi kami terima dengan sabar. Dokter menyarankan melakukan laparoskopi untuk menemukan penyebab kegagalan proses ini, namun karena proses yang lama dan melelahkan, tahun 2005 saya memutuskan untuk beristirahat dulu sambil menyiapkan biaya, mental dan fisik untuk memulai kembali proses memiliki momongan.

Awal tahun 2006 saya melanjutkan kuliah S-2 di PPIE FE-UI, dengan semangat baru dan atas saran teman, saya mengunjungi sebuah klinik fertilitas yang lain di Jakarta, saya berkonsultasi dengan melakukan beberapa pemeriksaan rutin seperti USG dan karena hasil HSG sebelumnya yang normal maka saya tidak perlu melakukan HSG ulang, langkah selanjutnya adalah pemeriksaan hormon (FSH, LH, PRI, E2, P4) dan TORCH, ACA, IL-6 kemudian tes integrin, tes daya tahan tubuh dengan cara ambil darah yang lumayan banyak dan USG sesuai tanggal yang ditentukan untuk melihat perkembangan sel telur yang ada, sedangkan suami hanya melakukan tes sperma analisis. Hasil dari tes ini sangat menentukan langkah selanjutnya yang harus diambil dokter.

Berdasarkan hasil tes, suami tidak mengalami masalah sedangkan hasil tes saya ternyata ada beberapa hormon yang cukup tinggi sehingga perlu diturunkan dengan obat-obatan tertentu, untuk TORCH dan tes daya tahan tubuh ternyata virus tersebut cukup tinggi tingkatnya berada dalam tubuh saya serta daya tahan tubuh saya dibawah normal, oleh karena itu dokter memberi saya obat-obatan yang cukup banyak untuk memperbaiki keadaan tubuh saya, dokter tersebut juga mengatakan dengan tingginya tingkat daya tahan tubuh seseorang virus ini tidak akan aktif sehingga tidak akan menimbulkan masalah.

Ada yang menjadi perhatian dokter obgyn saya tentang hasil tes ACA yang berada pada batas paling atas normal, menurut beliau bila saya tidur keadaan ini akan bertambah 20% dari yang seharusnya sehingga keadaan saya berada diatas normal, kemudian saya dirujuk ke seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam untuk dilakukan uji lebih lanjut terhadap penyakit ACA (Anti Cardiolipin Antibody). Sampai saat ini nama penyakit ACA memang masih asing di telinga masyarakat awam seperti kita. Akibatnya kepedulian terhadap sindrom ACA pun masih amat rendah. Padahal penyakit ini amat membahayakan terutama jika terjadi pada ibu hamil. Menurut dokter ahli hematology, ACA (Anti Cardiolipin Antibody Syndrome) adalah penyakit kekentalan darah yang bisa menyerang siapa saja, pria, wanita dan juga ibu hamil, dan penderitanya kini tidak hanya kalangan manula. ACA terjadi karena darah lebih cepat membeku dibandingkan dengan kondisi normal pada umumnya. Mengentalnya darah yang terlalu cepat ini akan menyebabkan gangguan pada metabolisme tubuh dan dapat menyebabkan gagal jantung ataupun stroke. Bahkan akibat ACA yang tidak terpantau akan berujung pada kematian karena peredaran darah yang tidak lancar atau tidak tersuplai ke seluruh tubuh sebagaimana mestinya.

Tes dilakukan dengan pengambilan darah, sebelumya saya harus melalui prosedur berpuasa 12 jam dsb. Setelah melalui tes ini hasilnya saya positif menderita penyakit ACA dengan ukuran 16 kali lipat diatas normal, efeknya saya kembali harus menelan obat-obatan yang cukup banyak untuk mengatasi penyakit ini dan tentunya biaya yang dikeluarkan semakin bertambah banyak. Setelah meminum obat-obatan yang dianjurkan serta berdoa dan tahajud, akhirnya bulan Maret 2007 hal yang diinginkan oleh kami terkabul, saya positif hamil dua minggu. Kami mengucapkan puji dan syukur kepada Yang Maha Kuasa dan berita ini tentu saja membahagiakan seluruh keluarga besar kami dan teman-teman sekantor yang begitu pengertian.

Tim Dokter yang menangani saya kembali menjadi lebih intensif melakukan pemeriksaan, secara rutin sebulan sekali saya mengunjungi Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan (Obgyn), kadang saya menemui beliau pada pukul 23.00 WIB di sebuah RS Swasta di Jakarta, mengingat pasien yang antri sangat banyak dan untuk Dokter Spesialis Penyakit Dalam mengharuskan saya secara rutin melakukan pemeriksaan darah seminggu sekali untuk memantau keadaan penyakit ACA pada sebuah klinik rumah sakit pemerintah di Jakarta, ini saya lakukan setiap hari sabtu agar tidak mengganggu pekerjaan saya dan setelah hasilnya keluar saya akan langsung berkonsultasi dengan beliau pada malam hari sekitar pukul 20.00 WIB di sebuah RS swasta di Jakarta.

Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan hasil tes ACA semakin buruk sehingga perlu tindakan lain selain obat-obatan yakni saya harus disuntik setiap hari dengan heparin (yang saya gunakan fraxiparin) di bagian perut untuk menurunkan tingkat kekentalan darah agar mencapai tingkat keenceran darah yang normal, tentunya biaya yang kami keluarkan semakin bertambah banyak, setelah tabungan kami habis beberapa asset seperti rumah dan perhiasan mulai kami jual untuk biaya pengobatan. Bila pengobatan ini tidak dilakukan akan mengakibatkan asupan makanan ke bayi dalam kandungan saya akan terganggu dan akan mengakibatkan keguguran atau mati dalam kandungan. Tentunya ini sangat tidak diharapkan setelah perjuangan yang sangat berat dan melelahkan bagi saya.

Segalanya tentunya sudah kehendak yang Maha Kuasa bahwa saya harus menjalani semua ini, hari demi hari saya lalui dengan rasa sakit melawan suntikan dan obat-obatan yang semakin banyak harus saya minum sehingga kadang saya merasa otak ini sudah tidak berfungsi, namun dengan dukungan keluarga dan teman-teman di kantor semua ini saya lalui dengan ikhlas dan pasrah. Saat menjalani kehamilan ini akhirnya saya mengajukan permohonan cuti kuliah S-2 agar lebih konsentrasi dalam menjalani kehamilan ini.

Tiga bulan menjelang kelahiran, Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan (Obgyn) saya menyarankan melakukan pemeriksaaan ke dokter spesialis divisi Fetomaternal secara rutin untuk memantau lebih spesifik keadaan kandungan saya, Alhamdulillah hasilnya baik. Tim dokter yang menangani saya sangat kooperatif dalam memahami hasil –hasil pemeriksaan sehingga koordinasinya berjalan sangat lancar. Hari demi hari berjalan dengan semangat dan harapan yang tidak pernah pupus bahwa saya akan merasakan menjadi seorang ibu bagi seorang anak yang diperoleh dari hasil perjuangan dan usaha yang sangat keras. Akhirnya setelah bertahan 38 minggu dalam kandungan, saya sudah tidak kuat lagi untuk bertahan melalui Operasi Caesar pukul 10.35 WIB terlambat dari jadwal semula yang pukul 10.00 WIB karena sang dokter terjebak macet oleh demo yang terjadi di kantor KPK yang terletak di sebelah Rumah Sakit di Jakarta tempat saya akan melahirkan, tanggal 19 Desember 2007 bayi mungil perempuan yang kami beri nama Trixie Allydia Nandriya lahir ke dunia, segala penderitaan dan kesakitan yang saya rasakan selama 9 bulan kehamilan hilang, berganti dengan kegembiraan dan suka cita yang tiada terkira bagi kami dan keluarga besar kami berdua.

Pasca melahirkan selama sebulan saya tetap harus rutin menemui tim dokter tersebut sampai akhirnya kondisi tubuh saya kembali normal. Putri tercinta kami sekarang telah berusia 3 tahun 3 bulan dan tumbuh menjadi anak yang normal. Trixie akan memasuki sekolah TK-A pada tahun ajaran 2011 ini.

Terima kasih kepada tim dokter yang sudah membantu kami selama ini, kepada Dr. Enud S Surjana, SpOG, KFER (Alm), Dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD, KHOM dan Dr. Damar Pramusinto, SpOG, Dr. Indra N Chalik, SpOG serta dokter-dokter lainnya yang membantu saya serta para suster dan perawat di RSCM, RS MMC, RS Bunda Menteng, RS Premier Jatinegara, RS Pelni Petamburan, dan RS Asri Jakarta. Kalian sangat membantu saya dan teman-teman sependeritaan yang selalu mendatangi klinik dengan harapan yang besar dan akhirnya berhasil. Kepada Ibu Dra. Nina M Armando, MSi, Ibu Hendriyani, S.Sos, MSi, Ibu Dra. Ken Reciana, MA, Pimpinan dan rekan-rekan di Program D3 Komunikasi FISIP UI, terima kasih atas bantuan dan support kalian semua. Tak lupa Keluarga Besar Imam Sunardi dan Keluarga Besar P. Danu Ismoyo. Sekali lagi kami sekeluarga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami selama ini.

Wassalamualaikum wr.wb.

Ratna Indryasari

1 komentar: